makalah MEMAHAMI AYAT AYAT AL-QUR’AN DAN HADITS TENTANG KEWAJIBAN BERDAKWAH
MEMAHAMI
AYAT AYAT AL-QUR’AN DAN HADITS TENTANG KEWAJIBAN BERDAKWAH
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Al-Qur’an
dan Al-Hadist adalah pedoman manusia khususnya Ummat Muslim yang telah
ditinggalkan oleh Rasullullah saw kepada seluruh ummatnya. Al-Qur’an merupakan
firman Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw. sebagai pedoman bagi
ummat manusia dalam menata kehidupannya, agar memperoleh kebahagiaan lahir dan
batin baik didunia maupun diakhirat kela. Al-Hadist merupakan perkataan,
perbuatan, dan yang menyangkut hal ihwalnya. konsep-konsep yang dibawa
Al-Qur’an dan Al-Hadist selalu relevan
dengan problem yang dihadapi manusia kerena ia turun untuk berdialok dengan
setiap ummat yang ditemuinya, sekaligus menawarkan pemecahan terhadap problem
tersebut, kapan dan dimanapun mereka berada. dari sinilah studi tetang
Al-Qur’an sangat penting dilakukan.
Dan Dakwah
adalah bagian penting dalam islam, sehingga sering dikatakan bahwa islam adalah
agama dakwah. Melalui dakwah itulah ajaran islam bisa tersebar luas ke seluruh
penjuru dunia. Melalui dakwah pula, ajaran islam diamalkan para pemeluknya
sehingga tercemin dalam kehidupan pribadi, keluarga dan masyarakat . Itulah
kenapa, di dalam literatur al-Qur’an sendiri banyak dalil-dalil yang berbicara
dan mengatur tentang apa dan bagaimana berdakwah. Keberhasilan dakwah akan
sangat bergantung kepada bagaimana da’i tersebut berdakwah. Tidak hanya
penguasaan materi yang mumpuni, kemampuan dai dalam mengenal dan memahami ilmu
dakwah pun sangat berpengaruh terhadap keberhasilan dakwah itu sendiri. Salah
satu anasir ilmu dakwah tersebut ialah membahas Ruang Lingkup dan Sasaran-nya.
B. Rumusan
Masalah
Dari latar belakang tersebut diatas maka rumusan
masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana memahami ayat-ayat al-qur’an dan hadist
tentang kewajiban berdakwah
2. Bagaimana dasar hukum dan kewajiban dakwah
dalam Islam menurut surat an-nahl ayat 125; surat asy-syu’ara ; 214 – 216 dan al-hijr
ayat 94-96.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Ruang
Lingkup Dakwah
A. 1 Al-Qur’an
Ruang
lingkup Dakwah Islam terdiri dari atas beberapa pokok persoalan sebagai matan
(pokok utama) kajian dakwah islam . Ini adalah sebagai jawaban atas pertanyaan
ontolgis, epistemologis, dan aksiologis mengenai dakwah islam dan itu semua
merupakan pondasi dakwah sebagai disiplin ilmu yang mandiri . Matan-matan
tersebut, ialah sebagai berikut:
1.
Al-qur’an sebagai Kitab Dakwah
Al-qur’an
merupakan kitab dakwah dari allah kepada nabi Muhammad SAW dan umat manusia.
Serta dakwah itu sendiri dijelaskan secara langsung didalam alqur’an yang
merupakan sumber utama tentang hal tersebut.
2. Hadits
Informasi Sunnah dan Sirah Hadis
merupakan bayan (penjelasan) utama atas al-Qur’an yang merupakan kitab dakwah
dan sekaligus mengaktualisasikan uswah hasanah dalam pelaksanaan dakwah islam. Menurut literatur sejarah, nabi Muhammad merupakan
dai pertama dan utama bagi islam yang melanjutkan nabi dan rasul sebelumnya,
telah berdakwah dengan sukses. Kini dakwah nabi itu menjadi sejarah dakwah yang
menjadi sumber kedua dalam membangun teori dakwah islam. Oleh karena itu,
informasi dakwah dari Rasullallah tersebut, tidak hanya terbatas pada Qauli,
Fi’ili, atau taqriri saja, sebagaimana yang menjadi jabarab hadits, melainkan
lebih luas dari itu, meliputi sunnah dan sirah.
Dalam segi konteksnya, Dakwah nabi dibagi menjadi
sbb:
1. wiqayah nafsiyah (Internalisasi pesan dakwah
dalam kehidupan pribadi).
2. fadiyah (Penyampaian pesan melalui individu lain
secar perorangan).
3. fiah (kepada kelompok kecil dan bersar)
4. hizbiyah (kepada kelompok terorganisir)
5. Ummah (secara masal dan terbuka)
6. qaba’iliyah-syu’ubuiyah (berbagai suku dan
bangsa)
A.3. Dakwah Islam setelah nabi
Dakwah
islam setelah nabi melintasi zaman khulafaurrasyidin, bani umayah, bani abbas,
dinasti-dinasti klasik, pra-modern, modern dan pasca modern. Sekarang ini
dakwah islam merupakan bagian yang bisa dikaji secara alamiah, yang dalam
perkembangannya telah melibatkan unsure-unsur dalam pembangunan metode dan
media produk sains dan tekhnologi, baik media cetak maupun media elektronik,
disamping media tradisional, yang akan berguna dalam meraspon berbagai
problematika dakwah.
A.4. Dakwah Islam: Wujud Realitas
Dakwah
tampak dalam wujud realitas. Ia teramati, terpahami, dan terasakan dalam
sejarah, gagasan ulama yang tertuang dalam referensi dan perilaku keislaman
berupa internalisasi, transmisi, transformasi, dan difusi pesan ilahiyah yang
merupakan paket ibadah kepada Allah SWT, yang melibatkan unsur-unsur dakwah,
sbb:
1. Da’i (Subjek atau pelaku dakwah)
2. Mawdhu (Pesan Ilahiyah)
3. Uslub (Metode)
4. Washilah (Media)
5. Mad’u (Objek Dakwah)
A.5. Konseptualisasi
Berdasarkan
definisi definisi dakwah, diantaranya menurut DR. Wardi Bachtiar, akan membuka
jalan kearah konseptualisasi dan teoritisasi dakwah. Secara definitive, teori
antara lain disebutkan bahwa: Pernyataan-prernyataan secar generalisasi, hokum,
aturan atau proposisi-prposisi mengenai relitas. Sehingga ilmu dakwah bisa
diartikan ilmu yang mengkaji proses dakwah secar sistematis, logis, empiris
filosofis dan theologis. Sehingga, tujuan dari Ilmu Dakwah sendiri adalah
berupaya menemukan kejelasan empiris rasional dan teolagis ideal tetangf proses
dakwah sebagai fenomena keilmuan.
Upaya konseptualisasi yaitu abstraksi dalam bentuk
statmen dan proposisi mengenai ushul sebagaimana dikemukakan di atas, yaitu
hakikat dakwah islam dalam symbol bahas menjadi teori dakwah. Teori dakwah
inilah yang kemudian menjadi substansi ilmu dakwah, sebab isi suatu ilmu itu
adalah teori tentang objek kaiannya, dan teori berfungsi sebagai eksplanasi,
[rediksi, dan evaluasi.
A.6. Teori Dakwah
Teori,
sebagimana dimaksud ushul atau pokok di atas dibangun malalui epistemology,
yaitu metode perolehan penetahuan yang berakar pada aspek gfilosofinya. Akar
metodologi dakwah islam ini adalah al-nadzariyah al-syumuliyah al-quraniyah
(Pemikiran holistic berdasarkan petunjuk al-qur’an) yang kemudian disebut NSQ
Model kerja NSQ ini dapat disumuskan sebagai “proses
konseptualisasi realitas dakwah melalui penggunaan ketajaman potensi indera,
akal, dan kalbu dalam menegakan hak dan keadilan. Dari proses ini melahirkan
sejumlah proposisi ilmiah dakwah yang mewujud dalam disiplin ilmu dakwah.
BAB III
MENJELASKAN ISI KANDUNGAN SURAT AN-NAHL AYAT 125; SURAT
ASY-SYU’ARA ; 214 – 216 DAN AL-HIJR AYAT 94-96
1.
SURAT
AN-NAHL AYAT 125
ادْعُ إِلَى سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنْ ضَلَّ عَنْ سَبِيلِهِ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ [النحل: 125]
Artinya:
“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan
hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik.
Sesungguhnya Tuhanmu dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat
dari jalan-Nya dan dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat
petunjuk”
2.
SURAT
ASY-SYU’ARA ; 214 – 216
Artinya:
"Dan berilah peringatan kepada
kerabat-kerabatmu yang terdekat, dan rendahkanlah dirimu terhadap orang-orang
yang mengikutimu, yaitu orang-orang yang beriman."
Dalam berdakwah, kita juga harus sabar melakukannya
dan bertawakkal kepada Allah SWT. Karena kewajiban kita hanya menyampaikan dan
mengajak.
3.
AL-HIJR AYAT 94-96
Artinya:
Maka sampaikanlah olehmu secara
terang2an segala apa yg diperintahkan (kepadamu) dan berpalinglah dari orang2
yg musyrik. Sesungguhnya Kami memelihara kamu drpd (kejahatan) orang2 yg
memperolok2kan (kamu),(yaitu org2 yg menganggap adanya tuhan yg lain di samping
Allah; mk mereka kelak akan mengetahui (akibat2nya). (QS:Al-Hijr:94-96)
A.
Dari
Tiga
surat al qur’an di atas menerangkan
tentang kewajiban berdakwah
1.
Berdakwah dengan Hikmahnya.
Dalam tafsir Ibnu Katsir, Imam Ibnu Jarir menyebutkan bahwa maksud dari
kata hikmah adalah wahyu yang telah diturunkan oleh Allah berupa Al-Qur’an dan
as-Sunnah.
Selain pengartian kata hikmah denga kedua wahyu tersebut, M. Abduh
berpendapat bahwa hikmah adalah mengetahui rahasia dan faedah dalam tiap – tiap
hal. Hikmah juga diartikan dengan ucapan yang sedikit lafadz akan tetapi memiliki
banyak makna atau dapat diartikan meletakkan sesuatu sesuai tempat yang
semestinya. Orang yang memiliki hikmah disebut al-hakim yaitu orang yang
memiliki pengetahuan yang paling utama dari segala sesuatu. Selain itu
Al-Zamaksyari mengartikan kata al-hikmah dalam al-Kasyaf dengan sesuatu yang
pasti benar. Al-Hikmah adalah dalil yang menghilangkan keraguan ataupun
kesamaran. Selanjutnya beliau menyebutkan bahwa al-hikmah juga diartikan
sebagai al-Qur’an yakni ajaklah manusia mengikuti kitab yang memuat al-hikmah.
Dari pengertian di atas dapat difahami bahwa al-hikmah adalah kemampuan
da’i dalam memilih dan menyelaraskan teknik dakwah dengan kondisi obyektif
mad’u. selain itu al-hikmah juga merupakan kemampuan da’i dalam menjelaskan doktrin-
doktrin Islam serta realitas yang ada dengan argumentasi yang logis dan bahasa
yang komunikatif. Oleh karena itu, al-hikmah adalah sebuah system yang
menyatukan antara kemampuan teoritis dan praktis dalam dakwah.
2.
Berdakwah dengan al-Mau’idzah al-hasana ( pelajaran yang baik )
Dalam
tafsir Al-Baghawi dijelaskan bahwa
berdakwah dengan al-mau’idzah al-hasanah adalah mengajak manusia dengan
memberikan motivasi dan juga penakutan atas perbuatan buruk yang dilakuakan.
Selain itu diartikan pula bahwa maksud dari al-mau’idzah al-hasanah adalah
ucapan yang lembut yang tidak mengandung kekerasan.
Dalam
kitab zad al-Masir fi ‘ilmi al-Tafsir milik Jamal al-Din ‘Abdu al-Rahman
al-Jauzi disebutkan bahwa makna dari al-mau’idzah al-hasanah ada dua yang
pertama adalah pelajaran dari Al-Qur’an berdasarkan riwayat dari Ibnu Abbas dan
yang kedua adalah adab yang baik yang telah ma’ruf.
BAB IV
PEMBAHASAN
HADIST TENTANG KEWAJIBAN BERDAKWAH
A.
Pengertian Dakwah
Sebelum
kita tahu mengenahi kewajiban dakwah kita harus lebih dahulu mampu atau
memahami arti dari dakwah itu sendiri. Arti dakwah itu sangat bermacam-macam
ada yang menyebutkan bahwa dakwah berarti kegiatan yang bersifat menyeru,
mengajak dan memanggil orang lain untuk beriman dan taat kepada Allah SWT,
sesuai dengan garis akidah, syariat dan akhlak Islam. Secara bahasa, dakwah
merupakan masdar (kata benda) dari kata kerja “da’a yad’u “ yang artinya
“panggilan”, “seruan” atau “ajakan”.
Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa berdakwah adalah aktivitas menyeru manusia
kepada Allah SWT dengan hikmah dan pelajaran yang baik dengan harapan agar
objek dakwah yang kita dakwahi beriman kepada Allah SWT dan mengingkari thagut
(semua yang di abdi selain Allah) sehingga mereka keluar dari kegelapan
jahiliyah menuju cahaya Islam. Orang yang berdakwah disebut dai (juru dakwah),
sedangkan obyek dakwah disebut mad’u. Setiap dakwah hendaknya bertujuan untuk
mewujudkan kebahagiaan dan kesejahteraan hidup di dunia dan di akhirat yang
diridai oleh Allah.
B.
Kewajiban Dakwah
Sebagaimana yang telah dijelaskan pada ayat diatas
pada dasarnya setiap Muslim dan Muslimah diwajibkan untuk mendakwahkan Islam
kepada orang lain, baik Muslim maupun Non Muslim. Ketentuan semacam ini didasarkan pada firman
Allah swt :
“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat
yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari
yang munkar merekalah orang-orang yang beruntung” (TQS. Al-Imran : 104).
Sebagaimana yang disebutkan di dalam kitab Shahih
Muslim dalam sebuah hadits dari Abu Hurairah. Disebutkan bahwa Rasulullah Saw.
pernah bersabda : “Barang siapa di antara kalian melihat suatu kemungkaran,
hendaklah ia mencegahnya dengan tangannya.
Dan jika ia
tidak mampu, maka dengan lisannya. Dan jika masih tidak mampu juga, maka dengan
hatinya, yang demikian itu adalah selemah-lemah iman.”
Di dalam riwayat lain disebutkan : “Dan tiadalah
dibelakang itu (selain dari itu) iman barang seberat biji sawi pun.”
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada
kami Sulaiman Al-Hasyimi, telah menceritakan kepada kami Ismail ibnu Ja’far,
telah menceritakan kepadaku Amr ibnu Amu Amr, dari jarullah ibnu Abdur Rahman
Al-Asyhal, dari Hudzhaifah ibnu Yaman, bahwa Nabi Saw. pernah bersabda :“Demi
Tuhan yang jiwaku berada di dalam genggaman kekuasaan-Nya, kalian benar-benar
harus memerintahkan kepada kebajikan dan melarang perbuatan mungkar, atau
hampir-hampir Allah akan mengirimkan kepada kalian siksa dari sisi-Nya,
kemudian kalian benar-benar berdoa (meminta pertolongan kepada-Nya), tetapi doa
kalian tidak diperkenankan.”
Selain itu juga ada yang menafsirkan dari Departemen
Agama Pemerintah Indonesia yaitu: Untuk mencapai maksud tersebut perlu adanya
segolongan umat Islam yang bergerak dalam bidang dakwah yang selalu memberi
peringatan, bilamana nampak gejala-gejala perpecahan dan penyelewengan. Karena
itu pada ayat ini diperintahkan agar supaya di antara umat Islam ada segolongan
umat yang terlatih di bidang dakwah yang dengan tegas menyerukan kepada
kebaikan, menyuruh kepada yang makruf (baik) dan mencegah dari yang mungkar
(keji).
Dengan demikian umat Islam akan terpelihara daripada
perpecahan dan infiltrasi pihak manapun. Menganjurkan berbuat kebaikan saja
tidaklah cukup tetapi harus dibarengi dengan menghilangkan sifat-sifat yang
buruk.Siapa saja yang ingin mencapai kemenangan. maka ia terlebih dahulu harus
mengetahui persyaratan dan taktik perjuangan untuk mencapainya, yaitu:
kemenangan tidak akan tercapai melainkan dengan kekuatan, dan kekuatan tidak
akan terwujud melainkan dengan persatuan. Persatuan yang kokoh dan kuat tidak
akan tercapai kecuali dengan sifat-sifat keutamaan. Tidak terpelihara keutamaan
itu melainkan dengan terpeliharanya agama dan akhirnya tidak mungkin agama
terpelihara melainkan dengan adanya dakwah.
Maka kewajiban pertama umat Islam itu ialah
menggiatkan dakwah agar agama dapat berkembang baik dan sempurna sehingga
banyak pemeluk-pemeluknya. Dengan dorongan agama akan tercapailah
bermacam-macam kebaikan sehingga terwujud persatuan yang kokoh kuat. Dari
persatuan yang kokoh tersebut akan timbullah kemampuan yang besar untuk
mencapai kemenangan dalam setiap perjuangan. Mereka yang memenuhi syarat-syarat
perjuangan itulah orang-orang yang sukses dan beruntung.Selain ayat diatas ada
juga dalil lain yang menjelaskan tentang kewajiban dakwah diantara sebagai
berikut:
Qs. Al-Imran:110
“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk
manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan
beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik
bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah
orang-orang yang fasik” .
Qs. An-Nahl:125
” Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan
hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik.
Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat
dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat
petunjuk ”.
Qs. Fushishilat:33
” Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada
orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang saleh, dan berkata:
“Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang menyerah diri?” .
HR. Bukhari
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ بَلِّغُوا عَنِّي وَلَوْ آيَةً
“Dari ‘Abdullah bin ‘Umar ra dituturkan, bahwasanya
Rasulullah saw bersabda, “Sampaikanlah dariku walaupun satu ayat”.
HR. Muslim
مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ وَذَلِكَ أَضْعَفُ الْإِيمَانِ
“Siapa saja yang melihat kemungkaran hendaknya ia
mengubah dengan tangannya. Jika dengan tangan tidak mampu, hendaklah ia ubah
dengan lisannya; dan jika dengan lisan tidak mampu maka ubahlah dengan hatinya;
dan ini adalah selemah-lemah iman.”
HR. Imam Ahmad
إِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ لَا يُعَذِّبُ الْعَامَّةَ بِعَمَلِ الْخَاصَّةِ حَتَّى يَرَوْا الْمُنْكَرَ بَيْنَ ظَهْرَانَيْهِمْ وَهُمْ قَادِرُونَ عَلَى أَنْ يُنْكِرُوهُ فَلَا يُنْكِرُوهُ فَإِذَا فَعَلُوا ذَلِكَ عَذَّبَ اللَّهُ الْخَاصَّةَ وَالْعَامَّةَ
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengadzab orang-orang
secara keseluruhan akibat perbuatan mungkar yang dilakukan oleh seseorang,
kecuali mereka melihat kemungkaran itu di depannya, dan mereka sanggup
menolaknya, akan tetapi mereka tidak menolaknya. Apabila mereka melakukannya,
niscaya Allah akan mengadzab orang yang melakukan kemungkaran tadi dan semua
orang secara menyeluruh.”
HR. Turmudziy, Abu 'Isa berkata, hadits ini hasan
حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ حَدَّثَنَا عَبْدُ الْعَزِيزِ بْنُ مُحَمَّدٍ عَنْ عَمْرِو بْنِ أَبِي عَمْرٍو عَنْ عَبْدِ اللَّهِ الْأَنْصَارِيِّ عَنْ حُذَيْفَةَ بْنِ الْيَمَانِ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَتَأْمُرُنَّ بِالْمَعْرُوفِ وَلَتَنْهَوُنَّ عَنْ الْمُنْكَرِ أَوْ لَيُوشِكَنَّ اللَّهُ أَنْ يَبْعَثَ عَلَيْكُمْ عِقَابًا مِنْهُ ثُمَّ تَدْعُونَهُ فَلَا يُسْتَجَابُ لَكُمْ قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ حُجْرٍ أَخْبَرَنَا إِسْمَعِيلُ بْنُ جَعْفَرٍ عَنْ عَمْرِو بْنِ أَبِي عَمْرٍو بِهَذَا الْإِسْنَادِ نَحْوَهُ
“Demi Dzat Yang jiwaku ada di dalam genggaman
tanganNya, sungguh kalian melakukan amar makruf nahi ‘anil mungkar, atau Allah
pasti akan menimpakan siksa; kemudian kalian berdoa memohon kepada Allah, dan
doa itu tidak dikabulkan untuk kalian”.
Riwayat-riwayat di atas merupakan dalil yang sharih
mengenai kewajiban dakwah atas setiap Mukmin dan Muslim. Bahkan, Allah swt
mengancam siapa saja yang meninggalkan dakwah Islam, atau berdiam diri terhadap
kemaksiyatan dengan “tidak terkabulnya doa”. Bahkan, jika di dalam suatu
masyarakat, tidak lagi ada orang yang mencegah kemungkaran, niscaya Allah akan
mengadzab semua orang yang ada di masyarakat tersebut, baik ia ikut berbuat
maksiyat maupun tidak. Kenyataan ini menunjukkan dengan sangat jelas, bahwa
hukum dakwah adalah wajib, bukan sunnah. Sebab, tuntutan untuk mengerjakan yang
terkandung di dalam nash-nash yang berbicara tentang dakwah datang dalam bentuk
pasti. Indikasi yang menunjukkan bahwa tuntutan dakwah bersifat pasti adalah,
adanya siksa bagi siapa saja yang meninggalkan dakwah. Ini menunjukkan, bahwa
hukum dakwah adalah wajib.
C. Metode
Dakwah
Metode dakwah merupakan cara yang digunakan oleh
umat islam dalam rangka mengajak menyampaikan atau menyeru orang lain untuk mengikuti,
menyakini, memahami, dan mengamalkan ajaran islam. Adapun metode dakwah yang
dapat dilakukukan oleh setiap muslim sangatlah bermacam-macam. Berdasarkan
Al-quran metode dakwah terbagi atas tiga kategori diantaranya yaitu:
1. Al
–Hikmah (اا لحكمة)
a.
Pengertian bi al-Hikmah
Kata “hikmah” dalam al-quran disebutkan sebanyak 20
kali baik dalam bentuk nakiroh maupun
ma’rifat. Bentuk masdarnya adalah “hukman” yang diartikan secara makna aslinya
adalah mencegah. Jika dikaitkan dengan hukum berarti mencegah dari
kezaliman,dan jika dikaitkan dengan dakwah berarti menghindari hal-hal yang
kurang releven dalam melaksanakan tugas dakwah. Orang yang memiliki hikmah
disebut al-hakim yaitu orang yang memilki pengetahuan yang paling utama dari
segala sesuatu. Menurut iman Abdullah bin Ahmad Mahmud An-Nasafi,arti hikmah
yaitu:
"باِ لْحِكْمَةً "أَي ِبلَمقا لة الصحيحة المحكمة وهو الدليل المو ضح للحق المزيل للشبهة.
“dakwah bil-hikmah adalah dakwah dengan menggunakan
perkataan yang benar dan pasti yaitu dalil yang menjelaskan kebenaran dan
menghilangkan keraguan.
Dari beberapa pengertian diatas dapat dipahami bahwa
al-hikmah adalah merupakan kemampuan dan ketetapan da’I dengan kondisi objektif
mad’u . Al-hikmah merupakan kemampuan da’I dal;am menjelaskan doktrin-doktrin
islam serta realitas yang ada dengan argumentasi logis dan bahasa yang
komunikatif. Oleh karena itu al-hikmah sebagai sebuah system yang menyatukan
antara kemampuan teoritis dan praktis dalam berdakwah.
b. Hikmah
dalam dakwah
Dari penjelasan diatas dapat diambil kesimpulan
bahwa hikmah dakwah dalam dunia dakwah
mempunyai posisi yang sangat penting yaitu dapat menentukan sukses tidaknya
dakwah. Dalam menghadapi mad’u yang beragam tingkat pendidikan,strata social
dan latar belakang budaya,para da’I memerlukan hikmah,sehingga ajaran islam
mampu memasuki ruang hati para mad’u dengan tepat. Oleh karenaitu para da’I
dituntut untuk mampu memahami dan mengerti sekaligus memanfaatkan latar
belakangnya sehingga ide-ide yang diterima dirasakan sebagai sesuatu yang
menyentuh dan menyejukkan kalbumya. Hikmah merupakan pokok awal yang harus dimilki oleh seorang da’I
dalam berdakwah. Karena, dengan hikmah akan lahir kebijaksanaan dalam
menerapkan langkah-langkah dakwah baik secara metodologis maupun praktis. Oleh
karena itu hikmah memilki multi definisi mengandung arti dan makna yang
bervbeda tergantung dari mana sisi man melihatnya.
BAB V
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Pengertian dakwah memiliki 3 arti yaitu :
1. Menurut
bahasa yaitu ajakan, seruan, panggilan, undangan.
2. Menurut Istilah umum ; suatu ilmu pengetahuan
yang mengajarkan seni dan teknik untuk menarik perhatian orang guna mengikuti
suatu ideologi dan pekerjaan tertentu.
3. Menurut
Islam; mengajak umat manusia dengan cara bijaksana untuk mengikuti petunjuk-petunjuk Allah SWT dan RasulNya guan
mencapai kebahagiaan di dunia dan di Akhirat.
Materi dakwah adalah isi pesan yang disampaikan oleh da’i kepada
objek dakwah, yakni ajaran
agama Islam sebagaimana tersebut dalam al-Qur’an dan Hadits.
Metode dakwah adalah cara-cara menyampaikan pesan kepada objek dakwah,
baik itu kepada individu, kelompok maupun masyarakat agar pesan-pesan tersebut
mudah diterima, diyakini dan diamalkan
Secara syar’i, kewajiban dakwah memiliki banyak perintah dan qorinah
yang menunjukkan betapa kewajibannya bernilai amat tinggi dan menentukan;
diantaranya firman Allah SWT.
B.
SARAN
Lakukanlah dakwah sebisa mungkin, walau hanya dari
hal-hal yang paling kecil insyaAllah akan membawa kebaikan bagi diri kita dan
umat pada umumnya.
Hargailah semua perjuangan Nabi Muhammad SAW, dengan
beribadah dan tidak melakukan hal-hal yang dilarang oleh ajaran Islam.